sumber:http://kangboed.wordpress.com/2009/12/11/rs-omni-cabut-gugatan-perdata-koin-tetap-diberikan-untuk-prita/
RS OMNI Cabut Gugatan Perdata, Koin tetap Diberikan Untuk Prita.. RS OMNI Cabut Gugatan Perdata, Koin tetap Diberikan Untuk Prita.. dooh akhirnya pihak RS OMNI mencabut gugatan perdatanya sementara gugatan pidana pencemaran nama baiknya akan terus berlanjut.. kabar terbaru ibu Juliana orang tua Jared yang melaporkan malapraktik RS OMNI mempertanyakan kelanjutan kasusnya yang seolah olah terhenti begitu saja.. bahkan kata Juliana “pihak RS Omni menawarkan dari Rp 500 juta sampai Rp 1,5 miliar melalui pengacara saya, OC Kaligis. Namun, saya tolak,”. Sebab, yang diinginkannya adalah permintaan maaf dari dokter yang menangani Jared dan tanggung jawab Omni untuk menanggung kehidupan anaknya.
~~~888~~~
TANGERANG, KOMPAS.com — Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan, mencabut gugatan perdata atas Prita Mulyasari. Dengan demikian, Prita terbebas dari kewajiban membayar denda sebesar Rp 204 juta yang diputuskan Pengadilan Negeri Tangerang dan dikukuhkan oleh Pengadilan Tinggi Banten. “Semoga itikad baik kami ini dapat diterima oleh Ibu Prita Mulyasari dengan ikhlas demi kebaikan dan berkah untuk kita semua serta mendapat ridho dari Allah SWT,” ujar Direktur RS Omni Internasional Alam Sutera, Serpong, dr Bina Ratna kepada wartawan di RS Omni Internasional Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (11/12/2009).
Selanjutnya, untuk kasus pidana yang sidangnya tengah berjalan di PN Tangerang, Bina mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. “Kami berharap upaya yang kami lakukan ini dapat menjadi pertimbangan majelis hakim dalam sidang pidana,” kata dia. Prita Mulyasari didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional Alama Sutera, Serpong, karena keluhannya atas pelayanan rumah sakit itu beredar di internet melalui surat elektronik. Selain dituntut secara pidana, RS Omni juga menggugat Prita secara perdata.
PN Tangerang menjatuhkan putusan, Prita diwajibkan membayar denda sebesar Rp 204 juta. Putusan ini dikukuhkan PT Banten. Prita mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Kasus Prita menimbulkan simpati masyarakat. Demi membantu Prita membayar denda, sejumlah orang menggagas gerakan “koin untuk Prita”. Uluran tangan mengalir dari seluruh Indonesia, dari bocah TK hingga pemulung. Uang koin terkumpul hingga mencapai lebih dari Rp 100 juta. Mantan Menteri Perindustran Fahmi Idris merogoh koceknya sebesar Rp 102 juta. Sementara itu, lembaga DPD memberikan bantuan sebesar Rp 70 juta. Di tengah bantuan yang mengalir deras inilah, RS Omni mencabut gugatannya.
Meski RS Omni International telah resmi mencabut gugatan perdata kepada Prita Mulyasari, hasil pengumpulan koin yang selama ini digalang lewat Koin untuk Prita tetap akan diberikan kepada ibu beranak dua itu. Dengan pencabutan tersebut, Prita terbebas dari kewajiban membayar denda sebesar Rp 204 juta yang diputuskan Pengadilan Negeri Tangerang dan dikukuhkan oleh Pengadilan Tinggi Banten.
“Tetap kami akan serahkan kepada Ibu Prita,” sebut salah seorang relawan Posko Koin untuk Prita Jatipadang, Yusro, saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Jumat (11/12/2009). Menurutnya, sesuai dengan tujuan awal dari aksi solidaritas Koin untuk Prita, pihaknya tetap memberikan semua hasil penggalangan yang diterimanya kepada Prita. “Penggunaannya terserah, sangat terserah Ibu Prita,” ungkap Yusro.
Yusro menerangkan, berdasarkan kesepakatan kemarin, Koin untuk Prita akan dibuka sampai tanggal 14 Desember 2009, kemudian penghitungan dilakukan tanggal 17 Desember. “Setelah penghitungan, baru diberikan,” ujar dia. Menurut Yusro, di Posko Jatipadang, sampai saat ini sudah terkumpul koin setidaknya 10 karung besar, satu peti ukuran 40 x 50 cm, dan berkantung-kantung plastik. “(Sumbangan) dari DPD, Pak Fahmi, maupun Demokrat tidak lewat kami,” ungkap Yusro.
JAKARTA, KOMPAS.com — Juliana Dharmadi, ibunda Jared Christophel, angkat bicara saat mengetahui bahwa Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera bersedia menarik gugatan perdata terhadap Prita Mulyasari. Ia mengaku apriori dengan rumah sakit tersebut dan menganggap pencabutan gugatan perdata bukan hal yang tulus. “Pada dasarnya kami sama-sama korban. Kenapa hal tersebut dikatakan ketika Prita sudah siap membayar denda? Omni hanya gengsi dan malu menerima uang receh dari rakyat. Kalau Omni memang punya nurani, tuntutan pidananya juga harus dicabut,” ujarnya kepada Kompas.com melalui telepon, Rabu (9/12) malam.
Ia merasa tidak hanya korban malapraktik, tetapi juga menengarai bahwa Prita menjadi korban mafia hukum seperti juga yang dialaminya. Hanya yang membedakan, Prita sebagai pihak tergugat, sedangkan dirinya sebagai pihak penggugat Omni. “Kenapa polisi dan jaksa begitu cepat menyeret Prita ke pengadilan, sementara kasus saya di-pending-pending, malah dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti,” ujar Juliana. Ia mengaku, penyidik kepolisian tidak adil karena merasa bukti-bukti yang diajukannya sudah sangat kuat menunjukkan bahwa terjadi malapraktik yang menyebabkan anaknya mengalami kebutaan.
Juliana mengatakan, surat tersebut berasal dari tim dokter sebuah rumah sakit besar di Australia yang kini merawat Jared. Surat tersebut resmi dan bahkan ada cap dari Konjen KBRI di Australia. Surat tersebut juga sudah diterjemahkan melalui penerjemah tersumpah. Ia tidak mau mengatakan terjadi kolusi antara Omni dan aparat hukum, tetapi ia merasa ada indikasi tersebut. Sebab, ia mengaku berkali-kali ditawari sejumlah uang oleh Omni untuk menghentikan tuntutannya.
“Omni menawarkan dari Rp 500 juta sampai Rp 1,5 miliar melalui pengacara saya, OC Kaligis. Namun, saya tolak,” ujar Juliana. Sebab, yang diinginkannya adalah permintaan maaf dari dokter yang menangani Jared dan tanggung jawab Omni untuk menanggung kehidupan anaknya. Dengan penawaran uang itu, Juliana dan OC menyimpulkan bahwa RS Omni diam-diam telah mengakui kesalahannya tanpa mau mengakuinya dengan terus terang. Juliana mengatakan, OC merasa “greget” karena RS Omni menuntut uang kepada Prita Mulyasari, tapi RS Omni malah menawarkan uang kepadanya. Namun, sampai saat ini kasusnya tak pernah diproses lebih lanjut.
“Dari situ kami mengambil kesimpulan something happen. Melalui kuasa hukum, OC kaligis, saya sampai mengirimkan surat kepada Kapolri dan Kabareskrim dua minggu lalu. Kalau memang tak ada dana untuk melakukan BAP di Australia, kami siap menanggung biaya perjalanan dua orang penyidik,” katanya. Juliana melanjutkan, sampai sekarang tidak ada respons terhadap surat tersebut. Merasa apriori dengan sikap kepolisian yang dinilai tidak serius menanggapi laporannya, ia pun berencana membeberkan surat keterangan yang menyatakan terjadi malapraktik terhadap anaknya. Bahkan, ia segera menghadirkan tim dokter yang sekarang merawat Jared untuk menjelaskan apa yang dialami Jared. Labels:berita terkini