Homekomentar



daftar artikel klik ▼

|F0NT| | Posted by herubaz(qutay)qutay at Saturday, August 22, 2009

15 Orang "Los Alamos Lab" menguasai berbagai virus mematikan!


sumber:http://grafisthy.blogspot.com/2009/08/15-orang-los-alamos-lab-menguasai.html





Jakarta - Keberadaan sampel flu burung strain Indonesia di sebuah laboratorium persenjataan di bawah departemen energi, Amerika Serikat, sungguh mengejutkan dan menimbulkan banyak spekulasi. Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi dari pihak WHO mengapa sampel virus flu burung strain Indonesia ada di laboratorium senjata biologis di New Mexico, Amerika Serikat (AS).
Indonesia mengirimkan 58 virusnya ke collabrating center (pusat rujukan) WHO hanya untuk kepentingan konfirmasi positif korban penyakit mematikan itu.

Memang, di situs resmi lembaga penelitian ini disebutkan bahwa Los Alamos hanya merilis beberapa data sequencing virus H5N1 strain Indonesia bersama-sama dengan virus H5N1 dari seluruh dunia lainnya. Data sequencing virus memang bisa didapat Los Alamos dari mana saja tanpa harus memiliki virus. Departemen Kesehatan Indonesia sendiri membuka data sequencing sampel flu burung di Genom Bank, untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Namun, istilah realease yang digunakan oleh laboratorium itu lebih membuktikan bahwa data sequencing itu merupakan hasil penelitian langsung pada virus H5N1 di laboratorium pencipta bom atom untuk Hiroshima dan Nagasaki semasa perang dunia kedua, 1945.
Keberadaan virus Indonesia di Los Alamos ini menyebabkan seorang pejabat di markas besar WHO di Jenewa dipecat. “Kami akui memang ada orang jahat di dalam WHO, dan kami sudah memecatnya,” demikian Direktur Jenderal WHO Margareth Chan kepada Menteri Kesehatan RI, di Jenewa beberapa waktu lalu.

Salah satu bagian yang menjadi kontroversi dalam buku "Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung" tulisan Menkes Siti Fadilah Supari adalah adanya tudingan konspirasi WHO dan AS. Virus H5N1 strain Indonesia yang jenisnya lebih ganas diduga dijadikan senjata biologi oleh AS.

Dalam buku setebal 182 halaman yang diterbitkan pada 6 Februari 2008, Menkes menulis dugaan soal pembuatan senjata biologi oleh AS itu di sub bab Misteri Los Alamos pada halaman 16.

Dugaan itu muncul ketika Siti membaca berita di harian The Straits Times terbitan Singapura bertanggal 27 Mei 2006 dalam artikel berjudul "Scientists split over sharing of H5N1 data".

Dia mengetahui, kenapa para ilmuwan di dunia tidak semuanya bisa mengembangkan vaksin flu burung. "Ternyata para ilmuwan di dunia tidak semuanya bisa mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan di WHO Colaborate Center (CC)," papar Siti.

Dalam artikel itu juga disebutkan, entah bagaimana caranya, data yang disimpan WHO CC ternyata disimpan di Los Alamos, bahkan juga seed virusnya, bahan vaksin. "Selama ini data sequencing H5N1 yang kita kirim ke WHO CC hanya dikuasai oleh ilmuwan-ilmuwan di Los Alamos National Laboratory di New Mexico, AS," tutur Siti.

Fakta itu tentu mengejutkan bagi Menkes, "Karena laboratorium Los Alamos berada di bawah kementerian energi AS. Di laboratorium inilah tempat dirancangnya bom atom untuk mengebom Hiroshima di tahun 1945. Tampaknya laboratorium ini tempat riset dan pembuatan senjata kimia di AS. Alangkah ngerinya," tulis Siti.

"Data sequencing DNA diberlakukan sebagai hak mereka yang berada di Los Alamos. Kapan akan dibuat vaksin dan kapan akan dibuat senjata kimia," tambah Siti.

Atas informasi itu, Siti mengaku berupaya membuka akses bagi siapa saja untuk bisa mendapatkan data sequencing DNA H5N1 strain Indonesia. Setelah bertemu para pakar, diputuskan Indonesia akan mentransparankan data sequencing DNA virus H5N1 untuk perkembangan ilmu pengetahuan agar tidak dimonopoli oleh sekelompok ilmuwan saja.

"Dan pada tanggal 8 Agustus 2006, sejarah mencatat Indonesia mengawali ketransparanan data virus yang sedang melanda dunia, yakni dengan cara mengirim data yang tadinya disimpan di WHO, dikirim pula ke Gene Bank," papar Siti.

Tindakan yang berani itu , lanjut Siti, tentu saja mendapat apresiasi luar biasa para ilmuwan dunia karena berhasil menerobos sistem yang tertutup selama puluhan tahun menjadi terbuka.

Pernah dengan Los Alamos? Di sini, sekitar 63 tahun lalu, bom atom yang menghancurkan Hiroshima dirancang. Di sini pula, sekarang, misteri sampel virus dari seantero dunia, tersimpan. Misteri itulah yang dibongkar wanita bernama Siti Fadilah Supari.

Selama puluhan tahun, jika Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerima sampel virus dari seluruh dunia, data sequencing-nya disimpan di sini. Dikuasai laboratorium pemerintah AS, di bawah Kementerian Energi.

Laboratorium Nasional Los Alamos, namanya. Laboratorium di New Mexico itu terkesan sebagai tempat riset senjata kimia AS. Sampai terbongkar, tak satupun negara dunia yang mengetahui misteri Los Alamos.

Data DNA dan virus yang diterima menjadi hak tunggal peneliti Los Alamos. Tak ada yang tahu, diapakan sampel itu, termasuk sampel virus flu burung (H5N1). Membuat vaksin atau justru senjata kimia.

Dan, pembongkaran Siti Fadilah, berawal dari peristiwa Tanah Karo, Sumatera Utara, Mei 2006. Menteri Kesehatan itu mengirim surat kepada WHO. Isinya, minta data sequencing virus flu burung dari Tanah Karo dikirim ke Indonesia. Tujuannya agar ada transparansi, agar ilmu kedokteran tak terkootopsi kepentingan negara adidaya.

Gayung pun bersambut. WHO merespon surat Menkes. Data itu dikirim kembali ke Departemen Kesehatan. Oleh Siti Fadilah, data itu dikirim ke Bank Genom Dunia, biar ilmuwan sedunia bisa mengakses datanya.

Protes Siti Fadilah berujung pada penutupan Los Alamos. Para peneliti dan data sequencing dipindahkan ke Pentagon. Bisa jadi, 58 seed virus dari virus strian Indonesia, kini ada di Pentagon.

Siti Fadilah tak perlu kecewa. Perjuangannya soal virus H5N1 membuahkan hasil. Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA), badan pengambil kebijakan tertinggi WHO, tahun lalu menyetujui Resolusi WHA60.28. Intinya, dunia internasional akan membuat mekanisme sharing virus yang adil dan transparan.

Dengan resolusi itu, WHO sepakat mengubah Global Influenza Surveillance Network (GISN) yang selama 60 tahun tak transparan dan adil. Kini, negara asal virus sangat dihargai. Salah satunya, dengan penyempurnaan standar dan kondisi sharing virus antara negara asal dengan Pusat Kolaborasi WHO (WHOCC).

Perubahan paradigma WHO biasanya mustahil terjadi. Tapi, Siti Fadilah berada di garda terdepan melawan ketidak adilan itu. Dia, dengan posisi tawar yang kuat, menghentikan pengiriman sampel H5N1 ke WHO.

“Saya tidak mau mekanisme lama karena sangat eksplotatif dan kolonialistik. Mereka memaksa kita memberikan barang secara gratis. Barang itu mereka modifikasi dan kita tidak berhak sama sekali atas vaksin itu. Bayangkan, itu terjadi selama hampir 60 tahun,” ujar Menkes.

Puncak perjuangan Siti Fadilah adalah ketika ia diundang berpidato pada sidang WHO di Jenewa, November 2007. Saat itu, Menkes secara tegas minta WHO tak lagi jadi kaki tangan negara industri.

“Saya katakan, WHO jangan menjadi kaki tangannya negara yang ingin menjajah bangsa lain. Jangan juga menjadi kaki tangannya kolonialis dan imperialistik. Saya berikan bukti bahwa virus H5NI yang dikirimkan ke WHO, ternyata dikomersialkan. Indonesia menuntut cara itu diganti dengan mekanisme baru yang adil dan setara,” katanya.

Maret mendatang, Siti Fadilah bersiap untuk menuju markas WHO di Jenewa. Kali ini, ia tidak perlu lagi bersusah payah memperjuangkan hak bangsanya. Hak dari Indonesia dan seluruh rakyatnya.

Sebuah kehormatan diberikan WHO kepada Indonesia. Mekanisme baru yang akan diresmikan pada sidangnya Maret 2008 mendatang. Dan dalam mekanisme baru itu, pemikiran dan keinginan Indonesia sangat diakomodir.

Siti Fadilah tetap rendah hati menyikapi keberhasilannya. Ia tidak kecewa walaupun perjuangannya ini tidak mendapatkan apresiasi yang pantas dari sesama anak bangsanya sendiri. Tidak ada tepuk tangan meriah saat bertemu dengan sesama anggota Kabinet Indonesia Bersatu, dalam sidang kabinet misalnya. Kecuali, ucapan selamat yang tulus dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta.

Labels:,

Lihat juga Artikel di bAwah.



salam hangat dari bangherbazzandqutay


0 comments:


 

.